''Terwujudnya Kota Padang sebagai pusat perekonomian dan pintu gerbang per-dagangan terpenting di indoesia bagian Barat tahun 2008 '' Itulah Visi Kota Padang. Karena Padang memiliki cukup banyak sumber daya alam dan Sumber daya manusia tentu saja Hal itu dapat terwujud. Saat ini Padang sudah termasuk kota besar. Letaknya yang srategis menjadikan Padang sebagai pintu gerbang wilayah barat Pulau Sumatera.Karena Potensi itulah mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota padang berlansung cepat.''
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”Padang” berarti suatu tanah yang datar dan luas, atau lapangan luas. Kondisi tersebut menjadi inspirasi bagi lahirnya nama kota Padang. Secara topografi kota Padang merupakan dataran rendah yang dikelilingi bukit-bukit yang tidak begitu tinggi. Di kota ini bermuara dua buah sungai yaitu Batang Kuranji dan Batang Arau.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”Padang” berarti suatu tanah yang datar dan luas, atau lapangan luas. Kondisi tersebut menjadi inspirasi bagi lahirnya nama kota Padang. Secara topografi kota Padang merupakan dataran rendah yang dikelilingi bukit-bukit yang tidak begitu tinggi. Di kota ini bermuara dua buah sungai yaitu Batang Kuranji dan Batang Arau.
Pada Abad ke-14 (1340—1375) di Minangkabau ada sebuah kerajaan dibawah
pemerintahan Adityawarman. Pada masa itu wilayah Padang cuma dikenal
sebagai kampung nelayan, orang menyebutnya Kampung Batung. Ke-tika itu
Padang diperintah oleh Penghulu Delapan Suku dengan sistim pemerintahan
nagari.
Sekitar abad ke-15 dan 16 kerajaan Aceh dibawah pemerintahan Iskandar
Muda meluaskan wilayah ke-kuasaan dan perdagangannya sampai ke pesisir
pantai barat Minangkabau seperti Tiku, Pariaman, dan Indrapura. Padang
sebagai daerah pantai masa itu telah disinggahi oleh pedagang–pedagang
dari daerah lain yang akan terus ke Aceh.
Akhir abad ke-16 masa jaya Kerajaan Aceh mulai turun, daerah-daerah
yang dikuasai kerajaan Aceh mulai melepaskan diri, dan pada waktu
bersamaan di nusantara ini mulai beroperasi perusahaan dagang Belanda,
di-kenal dengan nama VOC (Verenigde Ost Indisehe Company). VOC menerapkan politik devide at impera
(pecah belah) dalam perluasan perdagangan dan kekuasaannya. Akibatnya
timbul ketegangan masyarakat di kota-kota pesisir pantai Sumatera.
Kerajaan Aceh dipropaganda oleh VOC seolah akan menguasai Padang. VOC
berdalih membantu masyarakat menghadapi Aceh.
VOC menyadari dan melihat Padang sangat strategis dan dijadikan pusat
perdagangan dan pe-merintahan. Pulau Cingkuak, dan Batang Arau lebih
baik dijadikan sebagai daerah pelabuhan. Melalui penghulu terkemuka
Padang yang bernama Orang Kayo Kaciak VOC dapat izin mendirikan loji pertama pada tahun 1667 di kota Padang.
Inilah
titik awal Padang tumbuh se-bagai sebuah kota. Tidak cuma sebagai
pelabuhan tetapi ju-ga sebagai pusat perdagangan. Gudang-gudang besar
mulai dibangun untuk tempat pengumpulan barang. Pelabuhan Muara begitu
sibuk melayani arus perdagangan, sehingga wilayah ini tumbuh menjadi
pusat pemukiman.
Belanda tidak saja meluaskan perdagangannya melalui VOC, tetapi mulai
dapat memerintah masyarakat. Dari Muara Padang ini pusat pemerintahan
dan per-dagangan Belanda digerakkan ke seluruh pelosok Sumatera bagian
tengah.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpuasan dikalangan rakyat. Rakyat
merasakan bahwa Belanda tidak lagi berdagang, tetapi sudah menjajah.
Rakyat mulai melakukan perlawanan. Puncaknya terjadi pada tanggal 7
Agustus tahun 1669 di mana masyarakat Pauh dan Koto Tangah berhasil
menguasai loji-loji Belanda di Muara serta banyaknya Belanda yang
dibunuh. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai tahun kelahiran Kota
Padang. Setiap tahunnya diperingati sebagai hari jadi kota Padang.
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota
Pada tahun 2006 ini kota Padang telah berusia 337 tahun, persisnya
tanggal 7 Agustus 1669 - 7 Agustus 2006. Berbagai bentuk pembangunan
dilaksanakan. Derap langkah pembangunan terus dilakukan untuk mewujudkan
kesejahteraan warga. Padang sedang berbenah diri untuk menjadi kota
industri, kota perdagangan dan kota pariwisata.
Saat ini Padang sudah termasuk kota besar. Potensi dan letaknya yang
strategis menjadikan Padang sebagai pintu gerbang wilayah barat pulau
Sumatera. Posisi
yang strategis itu mengakibatkan pertumbuhan dan perkem-bangan kota
berlangsung cepat. Tidak berlebihan kiranya kalau dikatakan Padang
sebagai ”titik simpul” bagi per-tumbuhan dan perkembangan
Indonesia di wilayah Barat Sumatera, apalagi sarana dan prasarana lalu
lintas darat, laut dan udara semakin memadai.
Visi Kota Padang yaitu ”Terwujudnya
Kota Padang sebagai pusat perekonomian dan pintu gerbang per-dagangan
terpenting di Indonesia bagian Barat tahun 2008”. Hal ini dapat diwujudkan karena Padang memiliki cukup banyak sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Faktor yang mendorong Kota Padang sebagai pusat perdagangan adalah
karena di daerah sekitarnya ter-dapat hasil bumi dan hasil tambang yang
strategis yang diharapkan dapat dipasarkan melalui kota Padang,
ter-utama wilayah bagian barat pulau Sumatera.
Dalam lima tahun terakhir perdagangan berskala besar, menengah dan
kecil menunjukkan perkembangan yang megembirakan. Hal ini dapat dilihat
dari fakta yang ada dengan meningkatnya jumlah perusahaan per-dagangan
dari 24.500 tahun 2002 menjadi 27.132 pada tahun 2005. Hal ini juga
didukung dengan dibangunnya pusat-pusat perdagangan serta terus
dikembangkannya pasar-pasar yang telah ada.
Pemerintahan
Dalam perjalanan seja-rahnya, pemerintahan di Kota Padang mengalami
pasang surut. Hal ini dimulai dari zaman Belanda, Jepang dan
Pro-klamasi kemerdekaan RI. Di za-man Belanda (VOC) di samping sebagai
sebuah kam-pung nelayan Padang juga sebagai pusat perdagangan dan
pemerintahan. Waktu itu Batang Arau merupakan pelabuhan terpenting di
pantai barat Sumatera.
Pada masa VOC daerah ini berada dalam Onmder afde link Conterliur Van Padang
dibawah lingkungan kekuasaan Pejabat Bumi Putra Regen Padang. Sehingga
Padang memiliki dua fungsi, sebagai pusat perdagangan dan pusat kegiatan
penjajah Belanda. Padang bahkan dijadikan daerah kedudukan residen atau
kepala pemerintahan untuk daerah Sumatera barat.
Setelah kemerdekaan diproklamirkan, Padang seba-gai sebuah wilayah
tetap setia berada dibawah pe-merintahan RI. Melalui ketetapan Gubernur
Sumatera Barat tanggal 17 Mei 1946 No 103 Padang ditetapkan menjadi kota
besar.
Walikota Padang pertama adalah, Mr.Abubakar Ja’ar
(1945—1946), menjabat beberapa bulan saja. Mr Abubakar Ja’ar
dipindahkan menjadi residen di Sumatera Timur. Selanjutnya Padang
dipimpin oleh Bagindo Aziz Chan (1946-1947) yang dikenal sebagai Walikota Pejuang. Beliau gugur tanggal 17 Juli 1947 di tangan penjajah Belanda.
Setelah Bagindo Aziz Chan gugur, Belanda me-lakukan agresi I, akibatnya secara de fakto Belanda menguasai Padang. Untuk itu pemerintahan kota Padang dipindahkan ke Padangpanjang dengan walikotanya Said Rasyad (1947). Pemerintahan Said Rasyad berlangsung tidak lama karena timbulnya agresi ke II. Walikota berikutnya adalah Dr.A.Hakim (1947—1949) dan me-merintah tidak terlalu lama. Setelah pemulihan kedaulatan RI tahun 1949 Padang dipimpin oleh Dr. Rasyiddin sebagai walikota yang ke lima (1949-1956 )
Melalui surat keputusan Gubernur Sumatera Tengah tanggal 15 Agustus
1950 No 65/GP-50 ditetapkan pemerintahan kota Padang sebagai suatu
daerah otonom.
Walikota keenam (1956—1958), Pada tahun 1958-1966 Padang dipimpin oleh Z.A.St.Pangeran sebagai walikota ke tujuh. Berikunya walikota Padang adalah Drs. Azhari sebagai walikota ke delapan dan pada tahun 1967-1971 Padang dipimpin oleh Drs.Achirul Yahya yang merupakan Walikota ke sembilan
Dengan keluarnya UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di
daerah, kota Padang di samping daerah otonom ,juga merupakan wilayah
administratif dikepalai oleh seorang walikota dan waktu itu diangkat
sebagai walikota Padang ke sepuluh adalah Drs. Hasan Basri Durin
(1971—1983). Sesuai dengan PP No. 17 Tahun 1980 Padang diperluas menjadi
694,96 Km2 terdiri dari 11 kecamatan dengan 193 kelurahan.
Setelah Drs. Hasan Basri Durin selesai melaksanakan tugasnya sebagai walikota Padang, maka diangkatlah Syahrul Ujud,SH
sebagai Walikota Kota Padang kesebelas dengan kepemimpinannya selama
sepuluh tahun (1983—1993). Berakhirnya kepemimpinan Syahrul Ujud, SH
tongkat estafet kepemimpinan kota Padang diserahkan kepada Drs. Zuiyen Rais, MS (1993—2003) yang merupakan Walikota Padang ke dua belas. Sejak 2003 sampai sekarang, dua kali periode, Walikota Padang adalah Drs. Fauzi Bahar, Msi, walikota ke-13 dan ke-14
Tulisan di atas dikutip dari http://mradaz.blogspot.com
Terima Kasih Atas Kunjungan anda tinggalkan Kritik dan Saran anda di Kolom Komentar di bawah ini
0 Komentar untuk "Inilah Sejarah Asal Usul Kota Padang"