Inilah ulama-ulama Penyebar Islam di Aceh dan buah karyanya (Abad 16-17M)

Inilah ulama-ulama Penyebar Islam di Aceh dan buah karyanya  (Abad 16-17M)

Inilah ulama-ulama Penyebar Islam di Aceh - Layaknya yg berlangsung di daerah-daerah lain di Asia Tenggara, Islam menyebar di Nusantara lewat tiga metode, adalah pengislaman oleh pedagang Muslim lewat jalur perdagangan yg damai, oleh para da’i yg datang ke Indonesia, & dgn lewat kekuasaan. Pengislaman yg dilakukan oleh para pedagang berlangsung sejak kontak paling awal antara Islam dgn daerah-daerah pesisir pantai Sumatera Utara. Pantai Sumatera Utara ialah pesinggahan saudagar-saudagar Muslim yg menuju ke asia Timur lewat Selat Malaka. Mereka yg singgah di pesisir Sumatera Utara mencetak warga muslim. Tak tertutup bisa jadi di antara mereka menjalin interaksi perkawinan bersama masyarakat pribumi atau menyebarkan Islam sambil berdagang, maka lama kelamaan warga setempat memeluk Islam.

Menurut A. Hasyimy, kerajaan Islam perdana di Sumatera Utara yaitu Kerajaan Perlak yg muncul kepada abad ke-9 Masehi. Kerajaan Perlak memiliki pengaruh keislaman bagi daerah-daerah di sekitarnya. Tidak Sedikit ulama Perlak yg sukses menyebarkan Islam keluar Perlak, contohnya sekelompok Da’i Perlak bakal mengislamkan raja Benua. Para ulama Perlak, tokoh-tokoh, pemimpin, & keluarga raja Perlak tidak sedikit yg pindah ke lingga sesudah penyerangan Sriwijaya, maka mereka menempa warga Muslim di sana & bersama begitu sehingga berdirilah kerajaan Islam Lingga. Tidak Hanya Perlak kerajaan Islam yg terpenting di Sumatera Utara merupakan Samudera . Sumber-sumber Cina menyebut bahwa kepada thn 1282 kerajaan mungil Samudera sudah mengirim duta-duta bersama nama muslim.

Samudera adalah daerah mungil yg terletak di muara Sungai Peusangan & memiliki peranan mutlak dalam penyebaran Islam di Nusantara. Terkecuali itu Samudera jadi pusat pengembangan wawasan agama, di mana teolog-teolog, ahli ilmu kalam, yg datang dari Arab & Persia, tidak jarang laksanakan diskusi berkaitan teologi & mengkaji kajian Islam di istana sultan. Reputasi Samudera seterusnya berubah ke Pasai & jadi pusat keilmuan. Upaya islamisasi konsisten digiatkan maka Pasai mempunyai pengaruh keislaman yg kuat & jadi pusat tamaddun Islam di kala itu. Kerajaan Pasai mengalami kemunduran diakhir th 1521 di mana berlangsung penyerangan oleh Portugis. Sultan Ali Mughayatsyah yang merupakan sultan Kerajaan Darussalam terhadap musim itu mempermudah Pasai menggempur Portugis & merampas wilayah Pasai.Selanjutnya mempersatukan bersama kerajaan Darussalam maka memproklamirkan jadi Kerajaan Aceh Darussalam terhadap th 1524.

Pasca leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam menciptakan Aceh tampil juga sebagai kebolehan yg menyeluruh & terpadu baik di sektor politik, ataupun ekonomi, bahkan di bagian pemikiran islam mulai sejak abad 16 hingga abad 18 & puncak kejayaannya terjadi terhadap abad ke- 17. Kejayaan & kemajuan yg di raih oleh Aceh menyebabkan berdatangan ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin jalinan demi pengembangan keilmuan di Aceh. Di Aceh sudah lahir ulama-ulama gede yg membaktikan diri mereka dalam renungan dakwatul islam maka lahirlah khazanah keilmuan & wacana intelektual keagamaan. Seluruhnya itu menciptakan Aceh layak diperhitungkan dalam “peta pemikiran Islam di Nusantara. Mekar & maraknya pemikiran keagamaan menjadikan Aceh pusat keilmuan Islam di Nusantara, maka tidak sedikit orang Islam dari beraneka daerah di Nusantara datang ke Aceh buat menggali ilmu terhadap ulama-ulama akbar Aceh. Murid-murid yg mempelajari ke Aceh nantinya kembali ke daerah masing-masing, buat menyebarkan Islam, ilmu bahkan tarekat.. Mereka adalah anak panah penyebaran Islam & rutinitas keilmuan yg berkembang di Aceh. Tidak Hanya itu kedudukan Aceh sbg persinggahan jamaah haji Indonesia sudah menjadikan Aceh posisi special bagi penyebaran & perkembangan ilmu wawasan & pengajaran agama Islam. Kedatangan jemaah haji di Aceh sambil menunggu pemberangkatan ke Haramain tidak jarang difungsikan buat menggali ilmu ilmu keagamaan.

II. Debut ulama-ulama Aceh & karyanya
Buat menonton pengaruh Aceh dalam keagamaan & keilmuan di Aceh, Berikut ini dapat dijelaskan dengan cara singkat figur ulama-ulama Penyebar Islam di Aceh & buah karyanya juga peran mereka dalam pengembangan keilmuan di Nusantara.

1. Hamzah Fansuri


Ket Foto : Makam Syekh hamzah fansuri yang terletak di Ujung Pancu, Aceh Besar

Hamzah Fansuri yakni satu orang ulama & sufi akbar perdana di Aceh. Ia merupakan penulis produktif yg membuahkan karya risalah keagamaan & pun prosa yg sarat bersama ide-ide mistis. Tidak Hanya itu aktif posting karya-karya berkaitan tasawuf terhadap paruh ke dua abad ke- 16. & menguasai bahasa Arab, bahasa Parsi, di samping pun menguasai bahasa Urdu. Paham tasawuf yg dibawanya ialah Wujudiyah. Kepopuleran nama Hamzah Fansuri tak diragukan lagi, tidak sedikit pakar sudah mengkaji keberadaan Hamzah yg amat popular melalui karya-karyanya yg monumental. Tetapi tentang di mana & kapan persisnya Hamzah lahir, hingga kala ini masihlah jadi pertanyaan & perbedaan opini para ahli peristiwa. hal tersebut disebabkan lantaran belum terdapat catatan yg tentu mengenai hal itu. Satu-satunya data yg bakal dihubungkan bersama lokasi kelahiran Hamzah ialah Fansur, yg yaitu sebuah ruangan yg terletak antara Sibolga & Singkel. Dari sebutan namanya Hamzah Fansuri, yg berarti Hamzah dari Fansur, yg menunjukkan bahwa Hamzah benar-benar berasal dari Fansur yg yaitu pusat wawasan Islam lama di Aceh bidang Barat Daya. Factor yg sama dikatakan oleh Francois Valentijn bahwa Hamzah Fansuri seseorang penyair Melayu termasyhur yg dilahirkan di Fansur (Barus) maka negara tersebut ternama sebab syair-syair Melayu gubahannya. Tetapi menurut Syech Muhammad Naguib Al-Attas berpendapat bahwa Hamzah lahir di Syahrawi, Ayuthia Ibukota Siam lama perihal ini didasarkan terhadap syairnya :
“Hamzah asalnya Fansuri
Mendapat bentuk di tanah Syahrawi
Beroleh khilafah ilmu yg ‘adil
Daripada Abdul Qadir Sayid Jailani”
Dalam elemen ini terhadap bait ke dua mendapat bentuk di tanah Syahrawi dipahami yang merupakan Hamzah lahir di sana. Tetapi pernyataan L.F. Brekel, Drewes mengemukakan bahwa bentuk dalam bait ke-2 itu diartikan bahwa Hamzah hendak menyampaikan di syahrawilah ia berjumpa bersama Tuhan. Artinya hamzah mengawali belajar tarekat Wujudiayah. Kontroversi menyangkut area kelahiran Hamzah seseorang ulama gede ini benar-benar tak dapat sempat selesai, lantaran data yg ada tetap dipertentangkan & belum ada yg akurat, cuma berdasarkan perkiraan-perkiraan yg dikait-kaitkan bersama karya-karyanya. Hamzah fansuri diperkirakan hidup & berkiprah sebelum & selagi pemerintahan Sultan Alaiddin Ali Ri’ayatsyah Saidil Mukammil (1588-1604). Kraemer berpendapat bahwa Hamzah hidup terhadap musim pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat syah Almukammil hingga musim awal Iskandar Jejaka, atau paling tak sampai thn 1620 Meter..
Bila kita menonton dari keberadaannya yang merupakan penulis produktif yg tercermin dari karya-karyanya, pasti Hamzah sudah berkiprah sejak pemerintahan Sultan Alauddin Badan Intelijen Negara Sultan Ahmadsyah Perak sampai terhadap Sultan Ali Ri’ayatsyah Al Mukammil. Perihal ini bakal diliat dalam sajaknya yg menggambarkan pertalian antara Hamzah bersama sultan, dalam syair berikut mengemukakan :
“Hamba mengikat shair ini, dibawah hadrat raja yg wali, Terhadap bait lainnya Hamzah posting : Syah Alam raja yg adil,
Raja Qutub sempurna Kamil, Wali Allah sempurna wasil, Raja ‘arif lagi mukammil.
Bait-bait ini dengan cara eksplisit memberikan pesan bahwa jalinan antara Hamzah dgn sultan yakni harmonis, bahkan kata Wali Allah dalam syairnya menampakkan bahwa pernyatan & penghargaan Hamzah terhadap sultan yang merupakan seseorang penguasa.paling tinggi. Bahkan Sultan Alaiddin Ali Riayatsyah dikasih sebutan bersama wali Allah mengandung implikasi sultan mempunyai “otoritas sufistik keagamaan”, yg menyiratkan bahwa wali dalam Islam bermakna seseorang yg saleh yg dianugerahi kebolehan & kelebihan yg berfungsi sbg perantara antara Tuhan & manusia. Sedangkan sebutan sufistik yg paling tinggi yang merupakan seseorang yg “sempurna atau kamil” & “almukammil” yg berarti seseorang yg sempurna atau “insan kamil.” (Amirul Hadi, 2010, 74). Interaksi yg harmonis antara Hamzah Fansuri sanggup diceritakan pun oleh John Davis disaat mengunjungi Aceh thn 1599 bahwa ada seseorang pemuka agama yg amat dihormati oleh rakyat & penguasa dirinya juga sebagai Syaikh Al-Islam, kepada periode Sultan Al Mukammil. ( Jon Davis, 1880, 151).

Paham & pemikiran tasawuf Hamzah Fansuri yg dibawanya dengan seseorang muridnya bernama Syamsuddin Al-Sumatrani yakni paham wujudiyah. Mereka berdua sudah memainkan peranan utama dalam mencetak pemikiran & praktek keagamaan kaum Muslim Nusantara terhadap paruh mula-mula abad ke- 17 Meter. Ajaran-ajaran mereka teramat dipengaruhi oleh karangan-karangan Ibnu Arabi & Al-Jilli. Contohnya bahwa alam raya yaitu serangkaian emanasi neo-platonisme, & beranggapan tiap-tiap emanasi yaitu factor Tuhan. Tuhan juga sebagai bentuk tunggal yg tak ada bandingan & sekutu menampakkan sifat-sifat KreatifNya lewat CiptaanNya. Opininya ini merujuk terhadap Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 151 yg artinya “ Kemanapun anda memandang dapat terlihat wajah Allah”. Paham ini menyebabkan Hamzah Fansuri & Syamsuddin di tuduh sesat & menyimpang. Pemikiran mareka hasilnya ditentang oleh ulama-ulama gede Aceh yg datang belakangan, adalah Nuruddin Ar-Raniri & Abdul Rauf Al-Singkili.
Adapun karya-karya Hamzah Fansuri antara lain :
1).Syarab Al-‘Asyiqin ,
2). Asrar Al-‘Arifin,
3).Al Muntahi.
Syarab Al-‘Asyiqi yakni risalah tasawuf perdana dalam bahasa melayu yg ialah rangkuman ajaran faham wujudiyah sbg pengantar mendalami ilmu suluk. Di dalamnya diuraikan cara-cara mencapai makrifat & tahap-tahap ilmu suluk yg terdiri dari syariat, tarekat, hakekat & makrifat. Asrar Al-‘Arifin kitab hamzah yg menguraikan pandangan falsafahnya menyangkut metafisika & teologi sufi, bersama trik menafsirkan utaian syair-syair karangannya memakai metode hermeneutika sufi (ta’wil). Sedangkan kitab Muntahi adalah risalah tasawufnya yg paling ringkas tapi padat, yg menguraikan pandangan Hamzah Fansuri menyangkut ucapan-ucapan sytahat (teofani) sufi yg tidak jarang memunculkan perdebatan di kalangan ulama. Contohnya ucapan dari Mansur Al-Hallaj “An al- Haqq” (Akulah kebenaran kreatif). Akhir perjalan debut Hamzah Fansuri kembali ke Singkil mendirikan dayah atau pesantren & wafat di sana. Makamnya terdapat di Desa Oboh, Kecamatan Rangkang, Kab Aceh Singkil. Sesudah pemekaran wilayah Desa ini masuk wilayah Kota Subulussalam. Saat Ini makamnya dirawat & dijaga dgn baik, tapi sayangnya sekarang sudah berlangsung vandalism (kerusakan) berupa pengecatan kepada nisan makam, maka menyebabkan hilang nilai historis & keoriginalan makam. 

2. Syamsudin Al-Sumatrani
Sufi agung yg muncul di Aceh setelah Hamzah Fansuri yakni Syamsudin Al-Sumatrani, atau yg pula dikenal juga sebagai Syamsudin Pasai lantaran berasal dari Pasai. Yang Merupakan penulis risalah tasawuf beliau lebih produktif daripada pendahulunya itu. Tidak Sedikit mengarang kitabnya dalam bahasa Melayu & Arab. Syamsudin Pasai ini satu orang ulama & teramat disayangi sultan Iskandar Bujang, maka beliau diangkat yang merupakan pembantu dekatnya, Seseorang pelawat Eropa yg berkunjung ke Aceh mengemukakan bahwa Syamsudin sbg bishop yg berarti seorang memiliki kedudukan tinggi di istana Aceh. Di samping itu beliau satu orang ahli politik & ketatanegaraan seperti Bukhari Al-Jauhari pengarang kitab Tajul Al-Salatin (T. Iskandar, 1987)
Dalam penulisan sastra, peranan Syamsudin terutama dalam upayanya mengembangkan kritik sastra dengan cara hermenuitika sufi (ta’wil) yg sudah berkembang sejak abad 11 Meter. Karyanya yg memanfaatkan metode ta’wil ini kelihatan dalam risalahnya adalah Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri.Ta’wil ialah metode penafsiran sastra yg menonton teks puisi juga sebagai ungkapan kata-kata simbolik & metaforik yg maknanya berlapis-lapis (makna lahir, makna bathin, & makna isyarah atau sugestif). Bahasa Melayu yg dimanfaatkan Syamsudin dalam karyanya tak jauh berlainan dari bahasa Melayu yg dimanfaatkan penulis kitab sastra dalam abad 17-19 Meter.
Karya-karyanya antara lain yaitu :
-. Mir’at Al-Mukminin (Cermin orang beriman),
– Jauhar Al-Haqaiq (Permata Kebenaran),
– Kitab Al-Haraka,
– Mir’at Al-Iman,
– Kitab Al-Martaba (Wibawa manusia),
– Mir’at al- Muhaqqiqin,
– Syarah Ruba’I Hamzah fansuri,
– Thariq Al-Salihin, & lain-lain.
Ajaran yg diboyong Syamsudin ini berakar terhadap kepada ajaran Ibnu ‘Arabi & menganut faham wibawa tujuh yg diperoleh dari Al-Tufah al- Mursalah ila Ruhin Nabi, karya Muhammad Fadhlullah Al-Burhanpuri dari India. Sultan Iskandar Belia amat sangat tertarik bersama ajaran tasawuf yg diboyong oleh Syamsudin Pasai maka ia termasuk juga salah seseorang pengikut faham wujudiyah. Jumlahnya karyanya yg dipersembahkan buat sultan Iskandar Jejaka antara lain Kitab Thariq Al-Salihin & Nur Al-Daqaiq. Syamsudin Pasai wafat dunia terhadap th 1630 Meter. bertepatan bersama Armada Aceh mengalami kekalahan di Malaka.

3. Nuruddi Ar-Raniri.

Ulama & sastrawan ini berasal dari Ranir, lahir kepada th 1568 Meter. di satu buah kota pelabuhan di pantai Gujarat.(Windstedt, 1968 : 145; Ahmad Daudy, 1983 : 49). Ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadhramaut. Sedangkan ibuya ialah satu orang Melayu. Ar-Raniri lebih dikenal sbagai ulama agung Melayu-Indonesia daripada India & Arab. Lantaran sejak mungil telah tertarik & menyukai mencari ilmu bahasa melayu, maka tumbuhlah dia jadi seseorang yg teramat mencintai dunia Melayu. Iapun sudah mengabdikan ia demi keperluan Islam di Nusantara dgn mendapat kepercayaan dari seseorang sultan terhadap kesultanan Aceh. Hatinya teramat tertarik dgn dunia Melayu. Sesudah sekian banyak lama menimba ilmu ke Timur Tengah, beliau bertolak ke Aceh terhadap th 1637 Meter. & mendapat kepercayaan dari sultan Iskandar Thani, sbg Syaikhul Islam. Sesudah mendapat posisi yg kuat di Aceh, Ar-Raniri seterusnya melancarkan pembaharuan Islam dgn radikal. Dirinya menentang paham Wujudiyah yg diboyong oleh Hamzah Fansuri & Syamsudin Al-Sumatrani. Ar-Raniri menuduh mereka berdua sudah sesat & menyimpang dari ajaran Islam. Beberapa Orang yg menolak melepaskan keyakinannya yg sesat dapat dibunuh, & tidak sedikit buku/kitab-kitab Hamzah Fansuri dibakar.

Dalam pembaharuannya, Ar-Raniri memperkenalkan corak keilmuan & wacana keagamaan yg baru. Walaupun beliau serta satu orang penganut Wujudiah & pengikut Ibnu ‘Arabi, tapi dalam menafsirkan ajaran wujudiyah beliau ketat pergi kepada syariat & fikih. Paham wujudiyah yg dianutnya tak cuma penekanan kepada tasawuf saja, namun pula menuturkan pada kaum Muslim Nusantara dasar-dasar keimanan, aturan-aturan fikih, perbandingan agama, pentingnya hadis, pun histori. Utk menuturkan seluruhnya itu, dia menerjemahkan & menyusun kitab-kitab yg membahas beraneka ragam macam wawasan & sastra pas bersama keadaan umat Islam-pada disaat itu. Karya-karyanya lumayan tidak sedikit lebih dari 40 kitab antara lain :
– Sirat- Al-Mustaqim (Jalan Lurus), yakni kitab fikih yg perdana & komplit ditulis dalam bahasa melayu.
– Daral al- Faraid, membahas berkenaan tauhid & falsafah keimanan.
-Lata’ih Al-Asrar,
– Hall Al-Dzill ma’a Sahabihi,
– Umdat al- I’tiqad,
-Hujaj Al-Sidiq,
-Jauhar Al-‘Ulum,
– Ma’al Hayat, & lain-lain.
– Bustanus Al-Salatin,(Taman Para Raja), nama lengkapnya kitab ini merupakan Bustanu Al-Salatin fi Al-Awwaliin wa Al-Akhirin. Kitab ini disusun atas permintaan Sultan Iskandar Thani, yg berisi masalah ketatanegaraan & peristiwa. Kitab ini ialah penyempurnaan dari kitab Tajul Al-Salatin (Mahkota Raja-raja) yg dikarang oleh Bukhari Al-Jauhari. Kitab Bustanussalatin ini tak cuma membahas menyangkut ketatanegaraan, histori saja tapi pun memuat eskatologi, & beragam persoalan lain yg menyangkut dgn fikih, tasawuf & usuluddin. Sebab tebalnya kitab ini hingga sekarang ini tak diterbitkan dengan cara utuh, cuma bidang bab demi bab saja diterbitkan dalam buku terpisah. Kitab Bustanussalatin ini amat utama juga sebagai sumber penulisan histori Aceh yg mengisahkan berkaitan Sultan Iskandar Thani, Taman Raja yg dibangun sejak periode Sultan Iskandar Belia.

Ada sekian banyak kitab tasawuf yg dikarangnya berisi hujatan & kecaman kepada Hamzah Fansuri & Syamsudin Al-Sumatrani. Peranan Ar-Raniri pass agung dalam pembentukan tardisi keilmuan yg bercorak ortodoksi di Nusantara. Business pembaharuan Ar-Raniri tak berjalan lama lantaran reputasinya tergusur oleh murid & pengikut Hamzah & Syamsudin. Sesudah Sultan Iskandar Thani meninggal Nuruddin Ar-Raniri meninggalkan Aceh & kembali nke tanah airnya. Namanya sekarang ini diabadikan kepada suatu Perguruan Tinggi Islam merupakan “Institut Agama Islam Negara Ar-Raniri”.


4. Abdul Rauf Al-Singkili
Abdul Rauf Badan Intelijen Negara Ali Al-Jawi Al-Fansuri Al-Singkili yakni satu orang ulama gede Aceh yg terakhir. Beliau lahir di Fansur, dibesarkan di Singkel, wilayah pantai Barat-Laut Aceh. Diperkirakan lahir th 1615 Meter. Ayahnya Syech Ali Fansuri masihlah bersaudara bersama Syech Hamzah Fansuri. Ia menghabiskan waktunya tatkala 19 th buat menuntut beraneka cabang ilmu Islam di Haramayn. Sesudah selesai menggali ilmu beraneka macam ilmu agama dia kembali ke Aceh & membaktikan beliau di Kesultanan Aceh. Terhadap periode pemerintahan Ratu Safiatuddin Abdul Rauf ini diangkat juga sebagai Mufti kesultanan Aceh jadi Qadhi Malikul Adil. Dalam kiprahnya ia menambahkan bisnis pembaharuan yg sempat dirintis oleh Ar-Raniri. Tema sentral pembaharuannya diutamakan terhadap rekonsiliasi, bersama memadukan dengan cara simponi tasawuf & syariah. Kegagalan Ar-Raniri menentang menentang paham wujudiyah dilanjutkan oleh Abdul Rauf, tapi tanpa jalan radikal. Dia amat bijaksana dalam menanggapi dua faktor yg tidak sesuai & tak bersikap kejam pada mereka yg menganut paham lain. Dia pula mengecam sikap radikal yg dijalani Ar-Raniri. Dgn bijaksana mengingatkan kaum Muslimin Nusantara bahwa jangan sampai tergesa-gesa & bahayanya menuduh orang lain sesat atau kafir.

Tarekat yg dijalankan Abdul Rauf yaitu tarekat Syatariyah sebab mengikuti & sudah mendapat ijazah dari gurunya Ahmad Al-Qusyasyi, maka nama ia tercantum terhadap silsilah Syatariyah di Aceh. Bahkan nama Qusyasyi demikian dikenal & melekat di daerah Sumatera & Jawa, bahkan tarekat Syatariyah ini dalam naskah-naskah tertentu dinamakan tarekat Qusyasyiyah.
Abdul-rauf ini aktif posting karya-karya keagamaan yg membahas masalah fikih, ilmu kalam, tasawuf & tafsir.
Karya-karyanya antara lain :
– Mir’atu Ath-Thullab fi Tashil Ma’rifatil ahkam wasy-syar’iyah
– Umdatul Muhtajin ila suluki Maslah Al-Mufridin
– Kifayat al- Muhtajin ila Suluk Maslak Kamal Al-Tahbir
– Li’l Malik Al-Wahhab
– Turjumun al- Muwahhidin al-qaili bi Wahdah al- Bentuk

Ulama Abdul Rauf ini seseorang yg giat mengembangkan pemikiran & penyebaran Islam & tidak sedikit membentuk murid-murid yg pun memainkan peranan utama dalam penyebaran islam di beraneka daerah, maka menyebabkan jangkauan pengaruh Aceh amat sangat luas. Di dalam kiprahnya mengajarkan & mengembangkan agama Islam konsisten dilakukan, di dayahnya bernama Rangkang Teunku Syiah Kuala di Pantai Kuala, yg adalah salah satu dayah/rangkang yg tidak sedikit membuahkan ulama-ulama yg bermutu juga sebagai penerusnya. Antara lain muridnya yg populer merupakan Syech Burhanuddin dari Minangkabau yg turut berkiprah menyebarkan agama Islam di Minangkabau. Syech Abdul Rauf wafat & dimakamkan di kuala raya Desa Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.

Dikala berjalan bencana gempa & tsunami di Aceh, makam ini rusak ringan & ke-2 nisannya dalam kondisi patah lelah. Selanjutnya oleh pihak Yayasan Yamsika sudah lakukan perbaikan secara mengecor nisan tersebut dulu dipasangkan kepada jirat makam. hal tersebut dilakukan dengan cara sepihak tidak dengan ada koordinasi diawal mulanya dgn Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Banda Aceh & dinas terkait yang lain. Maka aksi ini sudah menyalahi dari prinsip teknis pemugaran, & perlindungan cagar budaya sama seperti sudah diatur dalam undang-undang No. 11 th 2011 mengenai cagar budaya.

Jika ada kesalahan penulisan dalam artikel ini saya selaku penulis mengharapkan ada komentar yang bisa membenarkan kesalahan tersebut. Terima Kasih. Wassalam

Banda Aceh, 05 November 2015 
0 Komentar untuk "Inilah ulama-ulama Penyebar Islam di Aceh dan buah karyanya (Abad 16-17M)"

Back To Top